Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI BINTUHAN
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2021/PN Bhn ANUAR SANUSI SPd Bin ALI SYAHBANA Kejaksaan Agung RI Cq. Kepala Kejaksaan Tinggi Bengkulu C.Q Kepala Kejaksaan Negeri Kaur Minutasi
Tanggal Pendaftaran Rabu, 09 Jun. 2021
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2021/PN Bhn
Tanggal Surat Rabu, 09 Jun. 2021
Nomor Surat 1
Pemohon
NoNama
1ANUAR SANUSI SPd Bin ALI SYAHBANA
Termohon
NoNama
1Kejaksaan Agung RI Cq. Kepala Kejaksaan Tinggi Bengkulu C.Q Kepala Kejaksaan Negeri Kaur
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan
Perihal : Permohonan Pemeriksaan Praperadilan Bengkulu, 9 Juni 2021
 
Yang Terhormat,
Ketua Pengadilan Negeri Bintuhan
Jl. Pengadilan, Sukaraja Kecamatan Tetap 
Kabupaten Kaur
 
Dengan Hormat,
Kami yang bertandatangan di bawah ini, KHAIRIL AMIN, S.H., FIRNANDES MAURISYA, S.H., M.H., IRVAN YUDHA OKTARA, S.H., SATRIA BUDHI PRAMANA, S.H., KHAIRUNNISYAH, S.H., PUSPA WULANDARI, S.H.I., HADI PRAYETNO, S.H., ENDA PERMATA SARI, S.H., DENI AZHARDI, S.H., kesemuanya Advokat yang berkantor pada Kantor Hukum KHAIRIL AMIN DAN REKAN, yang beralamat di GRAHA ADVOKAT Jalan M. Hasan No. 42 RT. 1 RW. 1 Kelurahan Pasar Baru Kota Bengkulu, berdasarkan Surat Kuasa khusus tanggal 8 Juni 2021, dan telah didaftarkan pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri Bintuhan, bertindak untuk dan atas nama:
Nama   : ANUAR SANUSI, S.Pd Bin Ali Syahbana
Tempat/tanggal lahir : Padang Hangat, 3 Juni 1964
Jenis kelamin   : Laki-laki
Pekerjaan   : Pegawai Negeri Sipil
Alamat   : Desa Padang Hangat Kecamatan Kaur Tengah Kabupaten Kaur
 
Dalam hal ini memilih domisili hukum pada alamat kuasanya tersebut di atas, untuk selanjutnya disebut sebagai PEMOHON;
 
Dengan ini mohon dilakukan pemeriksaan Praperadilan atas tidak sahnya Penetapan Tersangka, Penahanan, Penggeledahan dan Penyitaaan terhadap diri Pemohon. 
Melawan: 
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA c.q. KEJAKSAAN TINGGI BENGKULU c.q. KEJAKSAAN NEGERI KAUR, yang beralamat di Jl. Syaukani Saleh (Padang Kempas) Desa Sinar Pagi Kecamatan Kaur Selatan Kabupaten Kaur, selanjutnya disebut sebagai TERMOHON.
 
Adapun alasan-alasan diajukannya Praperadilan adalah sebagai berikut:
1.DASAR PRAPERADILAN
1.1.Bahwa Permohonan Praperadilan ini diajukan berdasarkan Pasal 77 dan Pasal 79 Undang- undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), serta Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015:
Pasal 77 KUHAP:
‘’Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
a.Sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
b.Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
Pasal 79 KUHAP:
‘’Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh Tersangka, keluarga atau kuasanya kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebutkan alasannya’’
Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014:
Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian;
1.3. Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.
1.2.Bahwa Praperadilan merupakan sarana untuk mengawasi penyalahgunaan wewenang oleh aparat penegak hukum dalam melakukan tindakan hukum (in casu penyelidikan dan penyidikan). Dalam hal wewenang dilaksanakan secara sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum, dengan maksud atau tujuan lain di luar dari yang ditentukan secara tegas dalam KUHAP, maka pengujian atas keabsahan penggunaan wewenang tersebut dilakukan melalui Praperadilan, guna menjamin perlindungan terhadap hak asasi setiap warga negara;
1.3.Bahwa menguji keabsahan penetapan status Tersangka adalah untuk menguji tindakan-tindakan penyidik apakah bersesuaian dengan norma/ketentuan dasar- mengenai penyidikan yang termuat dalam KUHAP. ‘’status tersangka’’ menjadi alas hukum bagi aparat penegak hukum untuk melakukan suatu upaya paksa terhadap seseorang yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Artinya, seseorang tidak dapat ditangkap atau ditahan atau dilakukan pencegahan tanpa adanya keadaan menyangkut status tersangka seseorang. Sehingga pranata hukum yang berwenang menguji dan menilai keabsahan ‘’Penetapan Tersangka’’ adalah Praperadilan;
1.4.Bahwa berdasarkan uraian di atas, maka Permohonan Praperadilan yang dimohonkan Pemohon ini telah memenuhi alasan hukum dan Pemohon memiliki Kedudukan Hukum (legal standing) untuk mengajukan Permohonan Praperadilan ini.
2.FAKTA-FAKTA
2.1.Bahwa pada tanggal 3 Juni 2021, Pemohon telah ditahan oleh Termohon melalui Surat Perintah Penahanan nomor PRINT-310/L.7.16/Fd.1/06/2021 yang di tanda tangani oleh Nurhadi Puspandoyo, S.H., M.H., Kepala Kejaksaan Negeri Kaur selaku Penyidik;
2.2.Bahwa Termohon melakukan penahanan terhadap Pemohon dalam rangka kepentingan penyidikan tindak pidana pencucian uang pada pelaksanaan kegiatan pemeliharaan kendaraan dinas/operasional Dinas Perhubungan Kabupaten Kaur Tahun Anggaran 2020;
2.3.Bahwa salah satu dasar hukum penahanan dalam surat perintah penahanan tersebut berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor PRINT-303/L.7.16/Fd.1/06/2021 tanggal 3 Juni 2021, yang juga ditanda tangani oleh Nurhadi Puspandoyo, S.H., M.H., Kepala Kejaksaan Negeri Kaur selaku Penyidik;        
2.4.Bahwa merujuk dari Surat Perintah Penahanan dan Surat Perintah Penyidikan tersebut, Pemohon telah disangkakan oleh Termohon melakukan tindak pidana korupsi pencucian uang dan melanggar Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;
2.5.Bahwa pada tahun 2021 sekitar bulan Mei, Pemohon mengetahui kalau Termohon melakukan pemeriksaan terhadap dugaan penyimpangan dari kegiatan tersebut, karena Pemohon pernah dimintai keterangan oleh Kejaksaan Negeri Kaur atas dugaan penyimpangan tersebut.
2.6.Bahwa sejak ditetapkan sebagai Tersangka tanggal 3 Juni 2021 sampai dengan diajukannya Permohonan Praperadilan ini, Pemohon belum pernah diperiksa sebagai Tersangka oleh Termohon;
2.7.Bahwa selain terbitnya Surat Perintah Penyidikan Nomor PRINT-303/L.7.16/Fd.1/06/2021 tanggal 3 Juni 2021, Termohon sebelumnya pernah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor PRINT-02/L.7.16/Fd.1/05/2021 tanggal 10 Mei 2021, mengenai dugaan tindak pidana korupsi pada pelaksanaan kegiatan pemeliharaan kendaraan dinas/operasional Dinas Perhubungan Kabupaten Kaur Tahun Anggaran 2020;
2.8.Bahwa Surat Perintah Penyidikan Nomor PRINT-02/L.7.16/Fd.1/05/2021 tanggal 10 Mei 2021 tersebut juga menjadi salah satu dasar hukum oleh Termohon dalam menerbitkan Surat Perintah Penahanan nomor PRINT-310/L.7.16/Fd.1/06/2021 tanggal 3 Juni 2021;
2.9.Bahwa merujuk pada Surat Perintah Penyidikan Nomor PRINT-02/L.7.16/Fd.1/05/2021 tanggal 10 Mei 2021, setahu Pemohon, dari keluarnya Sprindik tersebut sampai dengan diajukannya permohonan praperadilan ini, Termohon belum pernah melakukan audit mengenai kerugian negara dalam kegia tan pemeliharaan kendaraan dinas/operasional di Dinas Perhubungan Kabupaten Kaur tersebut, dan atau Termohon tidak pernah menunjukkan hasil audit tentang kerugian negara tersebut baik yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Bengkulu ataupun Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Bengkulu.
 
3.ANALISA HUKUM
A.PENYIDIKAN TERHADAP PEMOHON TIDAK SAH KARENA PEMOHON TIDAK PERNAH MENDAPATKAN SURAT PEMBERITAHUAN DIMULAINYA PENYIDIKAN BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSITUSI NOMOR 130/PUU/XIII/2015
3.1.A. Bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU/XIII/2015 berbunyi:
‘’Penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan surat perintah dimulainya penyidikan kepada Penuntut Umum, terlapor dan korban/pelapor dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah surat perintah penyidikan’’.
3.2.A. Bahwa Mahkamah Konstitusi menyebutkan waktu paling lambat 7 hari dipandang cukup bagi penyidik untuk mempersiapkan atau menyelesaikan SPDP sebelum disampaikan kepada Jaksa Penuntut Umum. Menurut Mahkamah kendala proses prapenuntutan yang sering ditemui adalah penyidik tidak memberikan SPDP ataupun mengembalikan berkas secara tepat waktu. Hal tersebut jelas berimplikasi kerugian bagi terlapor dan korban/pelapor. Sebab, hak-hak terlapor menjadi tidak pasti dikarenakan mekanisme yang tidak tegas dan jelas. Hal ini berimbas tidak adanya kepastian hukum terhadap sebuah perkara tindak pidana yang merugikan terlapor dan korban/pelapor yang juga tidak sesuai dengan asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan;
3.3.A. Bahwa sampai dengan diajukannya Permohonan Praperadilan ini, Pemohon tidak pernah menerima Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Penyidik sebagaimana yang ditegaskan di dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU/XIII/2015;
3.4.A. Bahwa kewajiban SPDP tersebut untuk diberikan juga kepada Pemohon, termuat secara tegas dalam beberapa putusan Prapid di beberapa Pengadilan Negeri yaitu: 
a. Putusan Pengadilan Negeri Kutacane Nomor 1/Pid.Prap/2019/PN-KTN Halaman 39 
‘’Menimbang bahwa karena SPDP (surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) dalam perkara a quo cacat hukum maka dikaitkan dengan pasal 109 ayat (1) dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU XIII/2015 yang berbunyi: penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan surat perintah dimulainya penyidikan kepada Penuntut Umum, terlapor dan korban/pelapor dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah surat perintah penyidikan; Menimbang, bahwa karena SPDP batal demi hukum dan SPDP yang sah serta surat perintah penyidikan juga belum disampaikan kepada Pemohon padahal sudah melebihi dari 7 (tujuh) hari maka surat perintah penyidikan dalam perkara a quo yaitu nomor SP.Dik/117/VII/2019/Reskrim tanggal 17 Juli 2019 juga dinyatakan batal demi hukum”.
 
b. Putusan Pengadilan Neger Purwokerto Nomor 2/Pid.Pra/2018/PN.Pwt halaman 116:
‘’Menimbang, bahwa oleh karena SPDP (bukti surat P-1) disampaikan oleh Termohon kepada Pemohon sudah lewat waktu, maka telah ternyata bahwa Termohon telah melakukan prosedur penyidikan tidak sebagaimana mestinya dimana salah satu kewajiban hukumnya yaitu untuk menyampaikan SPDP kepada penuntut umum dan Pemohon dengan menyebutkan Laporan kejadiannya dan Surat Perintah penyidikannya, sehingga wajar apabila Surat Nomor S 00001.SPDP.TSK/WPJ.32/2017 tertanggal 28 Agustus 2017, Perihal : Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan, yang diterbitkan oleh TERMOHON tersebut dibatalkan, sehingga petitum permohonan Pemohon angka 3 (tiga) patut dikabulkan”.
 
c.Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 18/Pid.Pra/2017/PN. Dps halaman. 50-51:
‘’Setiap dimulainya penyidikan terhadap suatu perkara adalah merupakan kewajiban pihak penyidik untuk menyampaikan SPDP kepada pihak Tersangka, Menimbang bahwa dalam penyidikan perkara yang menetapkan Para Pemohon sebagai tersangka, pihak Termohon sama sekali tidak pernah menyampaikan SPDP tersebut kepada Para Pemohon, maka secara procedural terdapat adanya pelanggaran dalam KUHAP berkaitan dengan penetapan Para Pemohon sebagai tersangka, Menimbang bahwa berdasarkan seluruh uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa penetapan Para pemohon sebagai tersangka mengandung cacat formal sehingga harus dinyatakan tidak sah”.
 
3.5.A. Bahwa dengan tidak pernah diterimanya SPDP dari Penyidik atas perkara a quo dihubungkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU/XIII/2015 dan beberapa putusan praperadilan diatas, maka beralasan menurut hukum penetapan Tersangka atas diri Pemohon harus dinyatakan batal atau tidak sah.
 
B.PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA TIDAK SAH KARENA PEMOHON TIDAK PERNAH DIPERIKSA SEBAGAI TERSANGKA ATAUPUN SEBELUMNYA SEBAGAI SAKSI DALAM PERKARA A QUO
3.1.B. Bahwa melalui putusannya Nomor 21/PUU-XII/2014, Mahkamah Konstitusi menyatakan inkonstitusional bersyarat terhadap frasa ‘’bukti permulaan”, ‘’bukti permulaan yang cukup’’, dan ‘’bukti yang cukup’’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP, sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP. Mahkamah Konstitusi beralasan KUHAP tidak memberi penjelasan mengenai batasan jumlah (alat bukti) dari frasa ‘’bukti permulaan’’, ‘’bukti permulaan yang cukup’’ dan ‘’bukti yang cukup’’;
3.2.B. Bahwa frasa ‘’bukti permulaan’’, ‘’bukti permulaan yang cukup’’, dan ‘’bukti yang cukup’’ dalam pasal 1 angka 14, pasal 17 dan pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP, disertai pemeriksaan calon tersangkanya, kecuali tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia);
3.3.B. Bahwa harus disertainya pemeriksaan calon tersangka tersebut, ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi dalam Putusannya Nomor 21/PUU/XII/2014:
‘’oleh karena itu, dengan berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, menurut mahkamah agar memenuhi asas kepastian hukum yang adil sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28 ayat (1) UUD 1945 serta memenuhi asas lex certa dan asas lex stricta dalam hukum pidana maka frasa bukti permulaan, bukti permulaan yang cukup, dan bukti yang cukup sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP, harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 dan disertai pemeriksaan calon tersangkanya...”
 
3.4.B. Bahwa Mahmakah Konstitusi menganggap syarat minimum dua alat bukti dan pemeriksaan calon tersangka untuk transparansi dan perlindungan hak asasi seseorang agar sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka telah dapat memberi keterangan secara seimbang. Hal ini menghindari adanya tindakan sewenang-wenang oleh penyidik terutama dalam menentukan bukti permulaan yang cukup itu;
3.4.B. Bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut juga sejalan dengan beberapa putusan Praperadilan yang tidak pernah melakukan pemeriksaan terhadap calon tersangkanya.
a.Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 24/Pid/Prap/2016/PN. Jkt.Sel. Halaman 38-39 
‘’Menimbang, bahwa terkait dalil Permohonan Pemohon yang menyatakan bahwa penetapan Tersangka terhadap Permohon oleh Termohon sebagaimana dengan surat Panggilan Nomor:S.Pgl/259/II/2016/Dit.Tipideksus tanggal 16 Februari 2016 tidak sah kerena dilakukan tanpa Pemohon sebagai Terlapor diperiksa terlebih dahulu sebagai saksi, dengan demikian Termohon telah melakukan pelanggaran terhadap Perkap No. 14/2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, Menimbang, bahwa dari surat bukti yang diajukan Termohon, Hakim tidak menemukan Berita Acara Pemeriksaan Pemohon sebagai saksi sebagai calon Tersangka, Menimbang, bahwa dengan demikian Penetapan Tersangka atas diri Pemohon (Eko Kumala Hindharto) yang dilakukan oleh Termohon dinyatakan tidak sah’’.
 
b.Putusan Pengadilan Negeri Dompu No 1/Pra.Pid/2018/PN.DPU tanggal 9 Febuari 2018. Halaman 44.
‘’bahwa Pemohon ditetapkan sebagai tersangka oleh termohon pada tanggal 03 Januari 2018 (Vide bukti T-21) yang ternyata sejak proses penyidikan tanggal 30 Desember 2017 (Vide bukti T-6) hingga penetapan tersangka tanggal 03 Januari 2018 (vide bukti T-21) bahkan hingga penetapan tersangka oleh termohon, tidak diperiksa baik sebagai saksi maupun sebagai tersangka oleh termohon, tidak didasarkan kepada prosedur dan tata cara ketentuan undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana serta Putusan Mahkamah Konstitusi No.21/PUU/XII/2014 tertanggal 28 April 2015, maka penetapan pemohon (YUSUF, M. SAID) sebagai tersangka adalah tidak sah”.
 
c.Putusan Pengadilan Negeri Curup Nomor 1/Pid.Prap/2020/PN.Crp. Tanggal 6 Agustus 2020. Halaman 48-49
‘’Menimbang, bahwa dari uraian diatas, dihubungkan pertimbangan terdahulu dimana pada fakta hukumnya dari alat bukti berupa surat-surat yang diajukan oleh Termohon, dimana Pemohon belum diperiksa oleh Termohon dalam statusnya sebagai Tersangka, termasuk dalam bukti T-95 dan T-96 serta dalil eksepsi Termohon yang pada pokoknya bahwa Pemohon masuk dalam Daftar Pencairan Orang (DPO), selain dari pada tidak adanya alat bukti yang dapat membuktikan bahwa berkas perkara yang dilimpahkan oleh Penyidik kepada Penuntut Umum telah lengkap untuk diproses lebih lanjut yang lazim dikenal dengan isntilah P 21’’
 
3.5.B. Bahwa merujuk dari beberapa putusan praperadilan tersebut diatas, secara nyata pemeriksaan calon tersangka menjadi kewajiban dan keharusan sebagai prosedur yang diatur di dalam KUHAP dan Putusan Mahkamah Konstitusi, yang dalam perkara a quo tidak pernah dilakukan oleh Termohon. Sehingga beralasan menurut hukum penetapan atas diri Pemohon tidak sah karena tidak pernah dilakukan pemeriksaan terhadap diri Pemohon sebagai calon Tersangka.
 
C.PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA TIDAK SAH KARENA TIDAK DIDAHULUI DENGAN PROSES PENYIDIKAN.
3.1.C. Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 2 KUHAP, Penyidikan adalah ‘’serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan dengan cara yang diatur dalam KUHAP untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu dapat membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya’’, lebih lanjut Pasal 1 angka 14 KUHAP menyatakan pengertian tersangka adalah ‘’seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut patut diduga sebagai pelaku tindak pidana’’;
3.2.C. Bahwa pemaknaan dalam frasa demikian mengandung arti bahwa tujuan yang ingin dicapai pada tahap penyidikan adalah menemukan bukti dan berdasarkan bukti tersebut membuat terang tindak pidananya dan barulah kemudian menemukan tersangkanya. Artinya Penetapan status Tersangka dilakukan setelah terangnya tindak pidana dengan bukti permulaan yang cukup;
3.3.C. Bahwa dalam Surat Perintah Penyidikan Nomor PRINT-303/L.7.16/Fd.1/06/2021 tanggal 3 Juni 2021, tersebut jelas dan nyata Penyidikan dilakukan untuk ‘’Melaksanakan Penyidikan atas perkara Tindak Pidana Pencucian Uang pelaksanaan kegiatan pemeliharaan kendaraan dinas/operasional Dinas Perhubungan Kabupaten Kaur Tahun Anggaran 2020 atas nama Tersangka Anuar Sanusi, S.Pd Bin Ali Syahbana disangkakan melanggar Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP’’, dalam perkara a quo adalah Pemohon;
3.4.C. Bahwa berdasarkan fakta hukum tersebut, nyatalah bahwa Termohon telah menetapkan Pemohon sebagai Tersangka sebelum dimulainya proses Penyidikan, karena penyidikan baru ditetapkan dan dimulai pada tanggal 3 Juni 2021;
3.5.C. Bahwa dengan demikian maka Surat Perintah Penyidikan Nomor PRINT-303/L.7.16/Fd.1/06/2021 tanggal 3 Juni 2021 yang didalamnya memuat status Pemohon sebagai Tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang pelaksanaan kegiatan pemeliharaan kendaraan dinas/operasional Dinas Perhubungan Kabupaten Kaur Tahun Anggaran 2020 adalah cacat hukum dan tidak sah karena bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 1 angka 2 dan Pasal 1 angka 14 KUHAP;
3.6.C. Bahwa terhadap tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka haruslah diuji dengan norma Pasal 1 angka 2, Pasal 1 angka 5, Pasal 1 angka 14 KUHAP dihubungkan dengan norma Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP untuk menilai apakah tindakan TERMOHON dalam perkara a quo ini sah atau tidak sah;
3.7.C. Bahwa merujuk pada surat perintah penyidikan dengan status Pemohon sudah sebagai tersangka, menunjukkan bahwa pada awal dimulainya penyidikan, Penyidik (in casu Termohon) telah menetapkan Pemohon sebagai tersangka. Hal demikian merupakan bentuk kesewenang-wenangan Penyidik dalam melakukan penyidikannya, karena sesungguhnya penetapan tersangka merupakan hasil suatu proses (kesimpulan) dari penyidikan. Kalaulah sebelum tahap penyidikan dilakukan telah ditemukannya tersangka maka sejatinya proses penyidikan tidak diperlukan lagi dan hal tersebut tentu bertentangan dengan ketentuan KUHAP;
3.8.C. Bahwa muncul pertanyaan sejak kapan Termohon memperoleh minimal 2 (dua) alat bukti sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 KUHAP guna menemukan tersangka dalam dugaan tindak pidana yang dimaksud Termohon?. Kapan Termohon memperoleh keterangan saksi guna menemukan tersangkanya?. Apakah dua alat bukti yang sah itu didapat oleh Termohon setelah Pemohon ditetapkan sebagai Tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan?;
3.9.C. Bahwa sesuai amar Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU- XII/2014 tanggal 28 April 2015, maka frasa ‘’bukti permulaan’’ dalam Pasal 1 angka 14 yang dijadikan dasar bahwa Pemohon karena perbuatannya sebagai pelaku tindak pidana adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP. Artinya secara hukum, minimal dua alat bukti yang sah itu bertitel ‘’Pro Justisia’’ yang ditemukan/didapat oleh Termohon dalam tahap penyidikan bukan bukti-bukti yang ditemukan/didapat dari tahap penyelidikan;
3.10.C. Bahwa penetapan Pemohon sebagai Tersangka pada tanggal 3 Juni 2021 berdasarkan Surat Perintah Penyidikan adalah tidak berdasarkan hukum yang berlaku, yaitu 2 (dua) alat bukti yang sah sebagaimana dimaksud dalam pasal 183 KUHAP Jo Pasal 184 KUHAP. Oleh karena itu 2 (dua) alat bukti yang sah sebagaimana dimaksud 183 KUHAP Jo Pasal 184 KUHAP tersebut harus didapat setelah penyidikan (pemeriksaan Pro Justitia) dilakukan;
3.11.C. Bahwa pada saat diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan Nomor PRINT-303/L.7.16/Fd.1/06/2021 tanggal 3 Juni 2021, yang menyatakan Pemohon sebagai Tersangka tidaklah bernilai yuridis, karena Termohon mendapatkan minimal dua alat bukti yang sah untuk mendukung ditetapkannya Pemohon sebagai Tersangka bukan pada saat telah dilakukannya proses penyidikan.
 
D.PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA TIDAK SAH KARENA TIDAK ADANYA DUA ALAT BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP TERHADAP PASAL TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG YANG DISANGKAKAN KEPADA PEMOHON 
3.1.D. Bahwa di dalam Surat Perintah Penyidikan Nomor PRINT-303/L.7.16/Fd.1/06/2021 tanggal 3 Juni 2021 dan Surat Perintah Penahanan Nomor PRINT-310/L.7.16/Fd.1/06/2021, Termohon menyatakan melaksanakan Penyidikan atas perkara Tindak Pidana Pencucian Uang pelaksanaan kegiatan pemeliharaan kendaraan dinas/operasional Dinas Perhubungan Kabupaten Kaur Tahun Anggaran 2020 atas nama Tersangka Anuar Sanusi, S.Pd Bin Ali Syahbana yang disangkakan melanggar Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;
3.2.D. Bahwa merujuk pada isi Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yang mana dalam Pasal-Pasal tersebut salah satu unsur yang ditegaskan mengenai ‘’harta kekayaan’’ yang merupakan hasil tindak pidana. Kami kutipkan Kembali isi Pasal-Pasal yang disangkakan tersebut: 
Pasal 3
‘’Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)’’.
 
Pasal 4
‘’Setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)’’.
 
Pasal 5
‘’Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)’’.
 
3.3.D. Bahwa merujuk pada Surat Perintah Penyidikan dan Surat Perintah Penahanan yang dikeluarkan oleh Termohon, tidak ditemukan uraian ‘’harta kekayaan atau bentuk harta kekayaan milik Tersangka yang diperoleh dari hasil tindak pidana’’. Sehingga terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang tersebut belum terang benderang tindak pidananya sebagaimana pasal yang disangkakan;
3.4.D. Bahwa dengan tidak adanya bentuk dan atau uraian mengenai ‘’harta kekayaan’’ Pemohon yang diperoleh dari tindak pidana di dalam Surat Perintah Penyidikan dan Surat Perintah Penahanan, menunjukkan bahwa Termohon  tidak memiliki dua alat bukti yang cukup terhadap pasal yang disangkakan kepada Pemohon;
3.5.D. Bahwa dalam uraian tindak pidana mengenai pencucian uang, sudah seharusnya yang diuraikan dalam Surat Perintah Penyidikan dan Surat Perintah Penahanan tersebut adalah ‘’adanya tindakan Tersangka’’ atas ‘’Harta Kekayaan-nya’’ yang merupakan bagian dari perbuatan pidana Pencucian Uang, sebagaimana ketentuan pasal yang disangkakan terhadap dirinya. Sedangkan in casu, Surat Perintah Penyidikan maupun Surat Perintah Penahanan, tidak pernah menguraikan hal tersebut;
3.6.D. Bahwa dengan tidak adanya dua bukti permulaan yang cukup sebagaimana tidak tergambarnya bentuk perbuatan pidana pencucian uang yang disangkakan kepada Pemohon dalam Surat Perintah Penyidikan dan Surat Perintah Penahanan, maka beralasan menurut hukum terhadap Surat Perintah Penyidikan dan Surat Perintah Penahanan tersebut dibatalkan demi hukum.
 
E.PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA TIDAK SAH KARENA SURAT PERINTAH PENYIDIKAN NOMOR PRINT-02/L.7.16/Fd.1/05/2021 TANGGAL 10 MEI 2021 TANPA ALAT BUKTI MENGENAI AUDIT ADANYA KERUGIAN NEGARA
3.1.E. Bahwa penentuan status Pemohon menjadi Tersangka oleh Termohon yang tidak didasarkan minimal dua alat bukti yang sah baik secara kualitas maupun secara kuantitas yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP dan Amar Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, merupakan tindakan sewenang–wenang, merupakan bentuk pelanggaran hak konstitusional Pemohon selaku warga Negara Indonesia di dalam negara berdasar hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD NKRI Tahun 1945;
3.2.E. Bahwa merujuk ketentuan Pasal 1 angka 2 KUHAP, sangat jelas dan terang Termohon dalam tahap Penyidikan untuk pengumpulan bukti-bukti tidak menganalisis ‘’Tempus Delicti’’ secara benar atas dokumen yang telah dikumpulkannya baik dari segi kuantitas maupun kualitas yang dapat dikualifikasi sebagai alat bukti yang sah. Apabila Termohon melakukan analisis ‘’Tempus Delicti’’ dimaksud atas dokumen yang dikumpulkannya secara benar, tentunya saat ekspose yang didapat Termohon sebagai simpulan dari penyidikan adalah ‘’tidak ditemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana yang dilakukan oleh Pemohon, karenanya tidak cukup alasan hukumnya menetapkan Pemohon sebagai Tersangka yang diduga melakukan tindak pidana’’;
3.3.E. Bahwa ketentuan Pasal 1 angka 2 KUHAP mengandung makna bahwa dalam kegiatan Penyidikan, Penyidik harus terlebih dahulu mencari dan mengumpulkan bukti untuk membuat terang tindak pidana yang terjadi, dari bukti yang terkumpul tersebut barulah dapat ditentukan Tersangkanya. Pada kenyataannya dalam kasus a quo terjadi sebaliknya, yaitu minimal dua alat bukti yang sah bukti belum dikumpulkan oleh TERMOHON, belum terang tindak pidananya yang disangkakan kepada Pemohon, namun Pemohon sudah ditetapkan sebagai Tersangka;
3.4.E. Bahwa dengan demikian tindakan Termohon yang serta merta menyatakan Pemohon sebagai Tersangka dengan dua Sprindik yaitu Surat Perintah Penyidikan Nomor PRINT-02/L.7.16/Fd.1/05/2021 tanggal 10 Mei 2021 dan Surat Perintah Penyidikan Nomor PRINT-303/L.7.16/Fd.1/06/2021 tanggal 3 Juni 2021 tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, yakni Pasal 1 angka 2 KUHAP, dan merupakan bentuk kesewenang-wenangan Termohon yang nyata-nyata melanggar hak asasi Pemohon;
3.5.E. Bahwa di dalam pasal-pasal Tindak Pidana yang diduga dilakukan oleh seorang Tersangka, terdapat unsur-unsur utama dari Perbuatan Pidana yang disangkakan kepada Tersangka. Misalnya dalam dugaan Tindak Pidana Pembunuhan (Pasal 340 KUHP), Penyidik harus memiliki bukti permulaan yaitu telah terjadi ‘’hilangnya nyawa’’ seseorang. Demikian pula untuk dugaan Tindak Pidana Korupsi, maka salah satu bukti permulaan yang harus dimiliki Penyidik adalah adanya Nilai Kerugian Negara berdasarkan Penetapan BPK RI;
3.6.E. Bahwa sampai dengan Permohonan Praperadilan ini diajukan ternyata Termohon belum bisa membuktikan adanya dugaan kerugian negara dalam pelaksanaan kegiatan pemeliharaan kendaraan dinas/operasional Dinas Perhubungan Kabupaten Kaur Tahun Anggaran 2020. Hal ini terbukti dari belum adanya penetapan jumlah kerugian negara oleh BPK RI Kantor Perwakilan Bengkulu atau BPKP Perwakilan Bengkulu dan hal ini juga dipertegas oleh Termohon sebagaimana pemberitaan di Media Online Harian Rakyat Bengkulu tanggal 27 April 2021, Media Online Radar Kaur tanggal 5 Juni 2021, serta Media Televisi Rakyat Bengkulu Televisi (RBTV) tanggal 3 Juni 2021, yang menyatakan bahwa Termohon masih akan meminta BPKP untuk menghitung dugaan kerugian negara;
3.7.E. Bahwa dari fakta ini terungkap, pada saat Termohon menetapkan status Tersangka terhadap Pemohon belum diketahui adanya kerugian negara dalam pelaksanaan kegiatan pemeliharaan kendaraan dinas/operasional Dinas Perhubungan Kabupaten Kaur Tahun Anggaran 2020;
3.8.E. Bahwa oleh karena Termohon tidak dapat membuktikan adanya kerugiaan negara pelaksanaan kegiatan pemeliharaan kendaraan dinas/operasional Dinas Perhubungan Kabupaten Kaur Tahun Anggaran 2020, maka secara mutatis mutandis tidak terdapat adanya dugaan kerugian negara dalam pelaksanaan kegiatan pemeliharaan kendaraan dinas/operasional Dinas Perhubungan Kabupaten Kaur Tahun Anggaran 2020;
3.9.E. Bahwa dengan tidak dapat ditemukannya jumlah kerugian negara maka salah satu unsur pokok dalam dugaan Perbuatan Tindak Pidana Korupsi tidak terpenuhi. Oleh karena itu maka Penetapan Status Tersangka oleh Termohon terhadap Pemohon tidak memiliki dasar hukum dan haruslah dinyatakan Tidak Sah;
 
Bahwa karena Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka tanpa bukti permulaan yang cukup dan merupakan tindakan yang sewenang-wenang, maka sebagai sarana kontrol atas tindakan penyidik, sudah selayaknya dan sangat berasalan hukum bagi Ketua Pengadilan Negeri Bintuhan c.q. Hakim Tunggal yang memeriksa dan mengadili perkara a quo untuk menyatakan PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA bertentangan dengan Pasal 1 angka 14 KUHAP jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU-XII/2014 tertanggal 28 April 2015, sehingga Penetapan Pemohon sebagai Tersangka TIDAK SAH DAN BATAL DEMI HUKUM DENGAN SEGALA AKIBAT HUKUMNYA.
 
F.PENAHANAN TERHADAP DIRI PEMOHON TIDAK SAH
3.1.F. Bahwa sebagaimana yang telah Pemohon uraikan terkait dengan penetapan tersangka yang tidak sah dan batal demi hukum pada uraian angka 3 huruf A, huruf B dan huruf C diatas, maka sudah seharusnya penahanan terhadap diri Pemohon juga dinyatakan tidak sah;
3.2.F. Bahwa oleh karena tidak sahnya Penahanan terhadap diri Pemohon, maka sudah selayaknya Pemohon untuk dikeluarkan dari tahanan Rumah Tahanan Negara Polres Kaur. 
 
G.PENGGELEDAHAN DAN PENYITAAN YANG DILAKUKAN OLEH TERMOHON ADALAH TINDAKAN SEWENANG-WENANG 
3.1.G. Bahwa pada tanggal 27 Mei 2021, Termohon telah melakukan penggeledahan di rumah dan di kantor Pemohon serta telah melakukan penyitaan terhadap beberapa dokumen di dua lokasi tersebut;
3.2.G. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 33 ayat 5 KUHAP menjelaskan ‘’Dalam waktu dua hari setelah memasuki atau menggeledah rumah, harus dibuat suatu berita acara dan turunannya disampaikan kepada Pemilik atau Penghuni rumah yang bersangkutan’’;
3.3.G. Bahwa sampai dengan diajukannya Permohonan Praperadilan, Pemohon atau keluarga Pemohon sebagai Pemilik atau Penghuni rumah tidak pernah diberikan atau menerima berita acara penggeledahan sebagaimana ketentuan Pasal 33 ayat 5 KUHAP;
3.4.G. Bahwa pada saat penggeledahan di rumah Pemohon, Termohon juga telah mengambil dokumen BPKB dan STNK Kendaraan Roda Dua Merek Honda Model/Type Revo dengan nomor polisi BD 5292 WF milik Pemohon;
3.5.G. Bahwa penyitaan terhadap dokumen BPKB dan STNK tersebut tidak pernah diberikan berita acaranya oleh Termohon kepada Pemohon atau kepada keluarga Pemohon sampai dengan diajukannya permohonan praperadilan ini;
3.6.G. Bahwa merujuk pada dokumen mengenai perkara yang disangkakan kepada Pemohon terkait dengan anggaran tahun 2020, sehingga hal-hal yang seharusnya disita oleh Termohon adalah hal-hal yang berkaitan dengan pokok perkara yang disangkakan dan hal ini pun diatur di dalam Pasal 34 ayat 2 dan Pasal 39 ayat 1 KUHAP, sementara terhadap dokumen Kendaraan Roda Dua Merek Honda Model/Type Revo dengan nomor polisi BD 5292 WF yang disita tersebut, diperoleh pada tahun 2015, 5 tahun sebelum terjadinya peristiwa Pidana Pencucian Uang sebagaimana yang disangkakan oleh Termohon kepada Pemohon;
3.7.G. Bahwa berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka Tindakan Termohon melakukan Penggeledahan dan Penyitaan tanpa pernah memberikan berita acara dan turunannya adalah Tindakan yang sewenang-wenang dan melanggar hukum, termasuk melakukan penyitaan terhadap barang yang tidak ada kaitannya dengan tindak pidana yang disangkakan, dan oleh karenanya adalah layak dan beralasan hukum untuk dinyatakan tindakan tersebut tidak sah dan batal menurut hukum.
 
4.KESIMPULAN
Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka sampailah Pemohon pada kesimpulan yang termuat di bawah ini:
4.1.Bahwa Pemohon memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan Praperadilan;
4.2.Bahwa tindakan Termohon yang menetapkan Pemohon sebagai tersangka bertentangan dengan KUHAP dan Putusan Mahkamah Konstitusi;
4.3.Bahwa Termohon tidak dapat membuktikan adanya audit kerugian negara dalam pelaksanaan kegiatan pemeliharaan kendaraan dinas/operasional Dinas Perhubungan Kabupaten Kaur Tahun Anggaran 2020;
4.4.Bahwa oleh karena penetapan tersangka terhadap Pemohon tidak sah dan batal demi hukum dengan segala akibat hukumnya, maka segala produk hukum lanjutan yang dihasilkan dari Penyidikan Pemohon selaku tersangka secara mutatis mutandis harus dinyatakan TIDAK SAH DAN BATAL DEMI HUKUM DENGAN SEGALA AKIBAT HUKUMNYA;
4.5.Bahwa Penggeledahan dan Penyitaan yang dilakukan oleh Termohon adalah Tindakan sewenang-wenang dan Tindakan tersebut telah melanggar hukum sehingga tidak sah dan batal menurut hukum.
 
Bahwa karena Permohonan Pemeriksaan Praperadilan ini diajukan atas Penetapan Tersangka secara tidak sah yang dilakukan Termohon di tingkat Penyidikan yang bersifat tertutup, maka selayaknya dan sangat beralasan menurut hukum bagi Ketua Pengadilan Negeri Bintuhan c.q. Hakim Tunggal yang memeriksa dan mengadili perkara a quo MEMERINTAHKAN TERMOHON untuk menunjukan dan menjelaskan alat bukti saksi dan alat bukti lainnya yang dimiliki TERMOHON dalam penyidikan perkara agar diuji kebenaran dan kelayakannya sebagai bukti permulaan;
 
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, mohon segera diadakan sidang pemeriksaan Praperadilan terhadap Termohon sesuai dengan hak-hak Pemohon berdasarkan Ketentuan Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, sebagai berikut :
1.Pada waktu pemeriksaan Praperadilan, agar menghadapkan Pemohon ke dalam sidang untuk didengar keterangannya;
2.Kepada penyidik diperintahkan untuk membawa berkas berita acara pemeriksaan ke dalam sidang dan menyerahkan kepada hakim Praperadilan sesuai Ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana;
 
Selanjutnya mohon agar dapat diberikan putusan sebagai berikut:
1.Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya;
2.Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Kaur Surat Perintah Penyidikan Nomor PRINT-303/L.7.16/Fd.1/06/2021 tanggal 3 Juni 2021  yang dikeluarkan oleh Termohon untuk Pemohon adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya penyidikan a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
3.Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Kaur Surat Perintah Penyidikan Nomor PRINT-02/L.7.16/Fd.1/05/2021 tanggal 10 Mei 2021 yang dikeluarkan oleh Termohon untuk Pemohon, adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya penyidikan a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
4.Menyatakan Penetapan Tersangka atas diri Pemohon yang dilakukan oleh Termohon adalah tidak sah dan batal demi hukum dengan segala akibat hukumnya;
5.Menyatakan segala produk hukum lanjutan Termohon yang dihasilkan dari penyidikan dan penetapan Pemohon selaku Tersangka secara mutatis mutandis tidak sah dan batal demi hukum dengan segala akibat hukumnya;
6.Membebankan biaya perkara yang timbulkan kepada Negara. 
 
Hormat Kami,
Kuasa Hukum Pemohon,
 
 
 
KHAIRIL AMIN, S.H.
 
FIRNANDES MAURISYA, S.H., M.H. 
 
 
SATRIA BUDHI PRAMANA, S.H.
 
IRVAN YUDHA OKTARA, S.H.
 
 
DENI AZHARDI, S.H.
 
HADI PRAYETNO, S.H.
 
 
Pihak Dipublikasikan Ya